Wednesday, October 31, 2012

♥ Mars PALASMAGA ♥


Siapkan ransel gitar dan tendamu
Kita susuri indahnya alam pagi
Lihatlah kabut dini, merangkak pergi
Betapa indahnya pagi ini

Ke bukit mendaki kita bersama
Jalan setapak berliku di sana
Kau lihat lagi hari, berseri pula
Terbuai semilir angin rimba
Terbuai dengan nyanyi ceria

Gunung tinggi ku daki dan lurah kuturuni
Kupijak cadas lebih tinggi
Belai angin mentari dan sutra putih
Setapak jalan ku langkahi.. ku resapi...

Salam rimba palasmaga
Pecinta alam SMA Negeri 3
Teruskan sampai akhir masa
Bersatu menjaga bumi persada

Aaaa.. aaa.. aaa... aaa...

Gembira bersama dalam kedamaian
Di dalam hutan rimba belantara
Semarakkan persada karma jaya
Dirgahayu palasmaga tercinta

Jangan biarkan pohon cadas merintih
Bukit-bukitpun gersang berdiri

Biarkan tetap embun hijaukan lagi
Hijaukan padang rumput di bukit
Bias citra persada pertiwi

Gunung tinggi ku daki dan lurah kuturuni
Kupijak cadas lebih tinggi
Belai angin mentari dan sutra putih
Setapak jalan kulangkahi.. ku resapi...

Salam rimba palasmaga
Pecinta alam SMA Negeri 3
Teruskan sampai akhir masa
Bersatu menjaga bumi persada

Salam rimba palasmaga
Pecinta alam negeri Indonesia
Teruskan sampai akhir masa
Bersatu menjaga bumi persada
Bersatu menjaga bumi persada
Bersatu menjaga bumi persada
 Bersatu menjaga bumi persada

Wednesday, October 10, 2012

MATERI dan STUDY KASUS HQ (haki)

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Pelanggaran Hak Cipta (Intellectual Property Copyright’s violation) Hak Cipta pertama kali disahkan pada tahun 1981 oleh Mahkamah Agung Amerika setelah kasus Diamond Vs Diehr bergulir. Pembajakan dan pelanggaran hak cipta tampaknya telah mendarah daging di masyarakat Indonesia. Terkadang masyarakat sendiri tidak menyadari, bahwa tindakan yang mereka lakukan adalah suatu bentuk pelanggaran hak cipta. Bahkan, kegiatan pelanggaran hak cipta seperti tindakan legal yang setiap orang boleh melakukannya.
Mendarah dagingnya kegiatan pelanggaran hak cipta di Indonesia menyebabkan berbagai lembaga pendidikan dan pemerintah terkadang tidak sadar telah melakukan kegiatan pelanggaran hak cipta. Padahal, seharusnya berbagai lembaga pemerintah tersebut memberikan teladan dalam hal penghormatan terhadap hak cipta.

BAB II
DASAR TEORI


2.1 Pengertian Hak Cipta

Definisi tentang hak cipta dapat ditemui diberbagai literature, dan salah satunya dapat ditemukan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, dalam pasal 1 ayat 1 disebutkah bahwa hak cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak eklusif disini mengandung pengertian bahwa tidak ada pihak lain yang boleh melakukan kegiatan pengumuman atau memperbanyak karya cipta tanpa seizin pencipta, apalagi kegiatan tersebut bersifat komersil.
Di dalam Undang-undang hak cipta ini juga disebutkan berbagai karya yang dilindungi hak ciptanya. Karya tersebut merupakan karya yang diciptakan atau dihasilkan dalam bidang seni, ilmu pengetahuan dan sastra. Berikut ini berbagai karya yang dilindungi hak ciptanya oleh Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 tentang Hak Cipta antara lain :
1. Buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
2. Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis (alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
3. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
4. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
5. Arsitektur;
6. Peta;
7. Seni batik;
8. Fotografi;
9. Sinematografi;
10. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan
Dalam suatu karya cipta setidaknya melekat dua hak bagi pencipta atau pengarang. Hak tersebut adalah hak ekonomi dan hak moral. Hak ekonomi adalah yang dimiliki pencipta atau pengarang untuk menikmati keuntungan ekonomi yang diperoleh dari setiap eksploitasi karya ciptaannya. Sedangkan hak moral merupakan hak untuk menjaga integritas karya ciptaannya dari setiap intervensi pihak lain yang dapat merusak kreativitas pencipta atau pengarang.
Dari definisi tersebut, berarti segala bentuk usaha dengan memanfaatkan hasil karya orang lain yang dapat mendatangkan keuntungan bagi sesorang tanpa memperoleh izin dari pencipta karya tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pelanggaran hak cipta. Selain itu usaha untuk meniru karya orang lain yang dapat merusak intergitas karya tersebut dapat juga dikategorikan sebagai bentuk pelanggarah hak cipta.

2.2 Dasar Hukum
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2002
TENTANG
HAK CIPTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang:
a. bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman etnik/suku bangsa dan budaya serta kekayaan di bidang seni dan sastra dengan pengembangan-pengembangannya yang memerlukan perlindungan Hak Cipta terhadap kekayaan intelektual yang lahir dari keanekaragaman tersebut;
b. bahwa Indonesia telah menjadi anggota berbagai konvensi/perjanjian internasional di bidang hak kekayaan intelektual pada umumnya dan Hak Cipta pada khususnya yang memerlukan pengejawantahan lebih lanjut dalam sistem hukum nasionalnya;
c. bahwa perkembangan di bidang perdagangan, industri, dan investasi telah sedemikian pesat sehingga memerlukan peningkatan perlindungan bagi Pencipta dan Pemilik Hak Terkait dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat luas;
d. bahwa dengan memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang-undang Hak Cipta yang ada, dipandang perlu untuk menetapkan Undang-undang Hak Cipta yang baru menggantikan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan seb agaimana tersebut dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, dibutuhkan Undang-undang tentang Hak Cipta.

Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 28 C ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564).

Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:


Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG HAK CIPTA.
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama -sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
3. Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
4. Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
5. Pengumuman adalah pem bacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu Ciptaan dengan menggunakan alat apa pun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.
6. Perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu Ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.
7. Potret adalah gambar dari wajah orang yang digambarkan, baik bersama bagian tubuh lainnya ataupun tidak, yang diciptakan dengan cara dan alat apa pun.
8. Program Komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabun gkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.
9. Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi Pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi Produser Rekaman Suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya, dan bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya.
10. Pelaku adalah aktor, penyanyi, pemusik, penari, atau mereka yang menampilkan, memperagakan, mempertunjukkan, menyanyikan, menyampaikan, mendeklamasikan, atau memainkan suatu karya musik, drama, tari, sastra, folklor, atau karya seni lainnya.
11. Produser Rekaman Suara adalah orang atau badan hukum yang pertama kali merekam dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau perekaman bunyi, baik perekaman dari suatu pertunjukan maupun perek aman suara atau perekaman bunyi lainnya.
12. Lembaga Penyiaran adalah organisasi penyelenggara siaran yang berbentuk badan hukum, yang melakukan penyiaran atas suatu karya siaran dengan menggunakan transmisi dengan atau tanpa kabel atau melalui sistem elektromagnetik.
13. Permohonan adalah Permohonan pendaftaran Ciptaan yang diajukan oleh pemohon kepada Direktorat Jenderal.
14. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
15. Kuasa adalah konsultan Hak Kekayaan Intelektual sebagaimana diatur dalam ketentuan Undang-undang ini.
16. Menteri adalah Menteri yang membawahkan departemen yang salah satu lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan di bidang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk Hak Cipta.
17. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri.

KETENTUAN PIDANA

Pasal 72
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(4) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(5) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 aya t (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(6) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(7) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(8) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(9) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

BAB III
STUDI KASUS

3.1 Studi Kasus

Di Indonesia seseorang dengan mudah dapat memfoto kopi sebuah buku, padahal dalam buku tersebut melekat hak cipta yang dimiliki oleh pengarang atau orang yang ditunjuk oleh pengarang sehingga apabila kegiatan foto kopi dilakukan dan tanpa memperoleh izin dari pemegang hak cipta maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta. Lain lagi dengan kegiatan penyewaan buku di taman bacaan, masyarakat dan pengelola taman bacaan tidak sadar bahwa kegiatan penyewaan buku semacam ini merupakan bentuk pelanggaran hak cipta. Apalagi saat ini bisnis taman bacaan saat ini tumbuh subur dibeberapa kota di Indonesia, termasuk Yogyakarta. Di Yogyakarta dapat dengan mudah ditemukan taman bacaan yang menyediakan berbagai terbitan untuk disewakan kepada masyarakat yang membutuhkan. Kedua contoh tersebut merupakan contoh kecil dari praktek pelanggaran hak cipta yang sering dilakukan oleh masyarakat dan masyarakat tidak menyadari bahwa tindakan yang mereka lakukan adalah bentuk dari pelanggaran hak cipta.

Padahal jika praktek seperti ini diteruskan maka akan membunuh kreatifitas pengarang. Pengarang akan enggan untuk menulis karena hasil karyanya selalu dibajak sehingga dia merasa dirugikan baik secara moril maupun materil. Pengarang atau penulis mungkin akan memilih profesi lain yang lebih menghasilkan. Selain itu kurang tegasnya penegakan hak cipta dapat memotivasi kegiatan plagiasi di Tanah Air. Kita tentu pernah mendengar gelar kesarjanaan seseorang dicopot karena meniru tugas akhir karya orang lain.
Mendarah dagingnya kegiatan pelanggaran hak cipta di Indonesia menyebabkan berbagai lembaga pendidikan dan pemerintah terkadang tidak sadar telah melakukan kegiatan pelanggaran hak cipta. Padahal, seharusnya berbagai lembaga pemerintah tersebut memberikan teladan dalam hal penghormatan terhadap hak cipta. Contoh konkrinya adalah perpustakaan, lembaga ini sebenarnya rentan akan pelanggaran hak cipta apabila tidak paham mengenai konsep hak cipta itu sendiri. Plagiasi, Digitalisasi koleksi dan layanan foto kopi merupakan topik-topik yang bersinggungan di hak cipta. Akan tetapi selain rentan dengan pelanggaran hak cipta justru lembaga ini dapat dijadikan sebagai media sosialisasi hak cipta sehingga dapat menimalkan tingkat pelanggaran hak cipta di Tanah Air.
Perpustakaan menghimpun dan melayankan berbagai bentuk karya yang dilindungi hak ciptanya. Buku, jurnal, majalah, ceramah, pidato, peta, foto, tugas akhir, gambar adalah sebagai format koleksi perpustakaan yang didalamnya melekat hak cipta. Dengan demikian maka perpustakaan sebenarnya sangat erat hubungannya dengan hak cipta. Bagaimana, tidak di dalam berbagai koleksi yang dimiliki perpustakaan melekat hak cipta yang perlu dihormati dan dijaga oleh perpustakaan. Jika tidak berhati-hati atau memiliki rambu-rambu yang jelas dalam pelayanan perpustakaan justru perpustakaan dapat menyuburkan praktek pelanggaran hak cipta.
Untuk itu dalam melayankan berbagai koleksi yang dimiliki perpustakaan, maka perpustakaan perlu berhati-hati agar layanan yang diberikannya kepada masyarakat bukan merupakan salah satu bentuk praktek pelanggaran hak cipta. Dan idealnya perpustakaan dapat dijadikan sebagai teladan dalam penegakan hak cipta dan sosialisasi tentang hak cipta.
Layanan foto kopi, digitalisasi koleksi serta maraknya plagiasi karya tulis merupakan isu serta layanan perpustakaan yang terkait dengan hak cipta. Perpustakaan perlu memberikan pembatasan yang jelas mengenai layanan foto kopi sehingga layanan ini tidak dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran hak cipta. Dalam kegiatan digitalisasi koleksi, perpustakaan juga perlu berhati-hati agar kegiatan yang dilakukan tidak melanggar hak cipta pengarang. Selain itu perpustakaan juga perlu menangani plagiasi karya tulis dengan berbagai strategi jitu dan bukan dengan cara proteksi koleksi tersebut sehingga tidak dapat diakses oleh pengguna perpustakaan.

Foto kopi di perpustakaan
Praktek Foto kopi dapat dikategorikan sebagai tindakan pelanggaran hak cipta. Hal ini disebabkan karena foto kopi berarti memperbanyak suatu karya tanpa izin dari pengarang dan menerima keuntungan ekonomi atas jasa foto kopi yang diberikan
Kegiatan foto kopi di perpustakaan dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu foto kopi untuk pengadaan koleksi perpustakaan serta layanan foto kopi yang disediakan bagi pengguna perpustakaan. Kegiatan foto kopi untuk pengadaan koleksi perpustakaan bertujuan untuk memenuhi kepentingan perpustakaan, sedangkan layanan foto kopi bagi pengguna perpustakaan bertujuan untuk memudahkan pengguna perpustakaan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa sering dijumpai koleksi perpustakaan yang merupakan hasil foto kopi. Padahal kegiatan foto kopi ini merupakan suatu bentuk pelanggaran hak cipta. Hal ini disebabkan oleh masalah klasik yang selalu dihadapi perpustakaan yaitu keterbatasan dana. Perpustakaan idealnya mampu menjadi institusi pelopor penegakan hak cipta. Kalaupun suatu koleksi perpustakaan terpaksa difoto kopi itu didasarkan pada alasan bahwa buku tersebut tidak ada d ipasaran dan tidak akan dicetak lagi oleh penerbit atau buku tersebut merupakan buku asing. Buku-buku asing harganya sangat mahal sehingga dalam kegiatan pengadaan perpustakaan cukup membeli satu eksemplar buku asing tersebut kemudia jumlahnya diperbanyak dengan di foto kopi.
Untuk kegiatan layanan foto kopi bagi pengguna perpustakaan, sebagai bentuk penghormatan terhadap hak cipta maka apabila pengguna ingin memfoto kopi sebuah buku pengguna tersebut disarankan untuk mencari buku yang dibutuhkan di toko buku. Apabila buku yang dibutuhkan tidak ada di toko buku baru buku tersebut diizinkan untuk difoto kopi dengan segala resiko menjadi tanggung jawab pengguna perpustakaan tadi.
Dengan berbagai usaha diatas, maka perpustakaan telah berpartisipasi dalam penegakan hak cipta. Jangan sampai karena alasan mudahnya masyarakat memfoto kopi buku menyebabkan para pengarang enggan menulis. Hal ini tentu akan berdampak terhadap produktivitas penerbitan buku-buku berkualitas di perpustakaan serta menghambat usaha pencerdasan bangsa. Usaha ini memang belum banyak disadari oleh perpustakaan dan perpustakaan dimana kita bekerja dapat memulainya sebagai bentuk penghormatan kepada hak cipta.

Minimalisasi plagiasi
Praktek plagiasi di Indonesia untuk memperoleh gelar mulai dari sarjana sampai professor pernah terjadi. Hal ini terjadi menunjukkan sikap masyarakat yang kurang menghargai karya orang lain. Untuk meminimalkan terjadinya praktek plagiasi, berbagai perpustakaan memiliki strategi tersendiri. Ada perpustakaan yang melakukan proteksi berlebih terhadap tugas akhir sivitas akademiknya sehingga tidak mengizinkan pengguna mengakses ruangan tersebut. koleksi tugas akhir diberlakukan layaknya benda pusaka yang tidak boleh disentuh, padahal tugas akhir merupakan karya ilmiah yang akan bermanfaat apabila banyak orang yang dapat mengaksesnya atau dengan katalain eksistensi koleksi tersebut tidak percuma. Ada juga perpustakaan yang memberikan izin kepada pengguna untuk mengakses koleksi tugas akhir dan bahkan memfoto kopi koleksi tugas akhir tersebut.
Semua perpustakaan memiliki kebijakan tersendiri dengan pertimbingan tertentu dan dalam kasus ini tidak ada yang benar atau salah. Akan tetapi kebijakan apapun yang diterapkan setidaknya mengedepankan azas manfaat dari keberadaan suatu koleksi. Perpustakaan tidak perlu takut koleksi yang dimiliki akan dijiplak apabila memiliki sistem yang mampu mentedeksi kegiatan plagiasi sejak dini. Caranya dengan memiliki sistem temu kembali informasi yang memungkinkan mengetahui isi keseluruhan dari tugas akhir, laporan penelitian atau koleksi perpustakaan lainnya. Dengan katalain katalog yang dimiliki perpustakaan dilengkapi dengan abstrak. Kemudian katalog tersebut publikasikan melalui internet (katalog online) yang memungkinkan setiap orang mengakses katalog tersebut tanpa dihalangi oleh waktu dan tempat. Apabila setiap orang dapat mengakses katalog yang memungkinkan masyarakat mengetahui isi suatu tugas akhir atau karya ilmiah lainnya, maka ini merupakan suatu bentuk control sosial. Kontrol sosial ini akan memaksa orang berpikir dua kali untuk melakukan plagiasi karena dengan karena dari katalog online tersebut dapat dengan mudah diketahui suatu karya hasil plagiasi atau bukan.
Selain itu perpustakaan juga dapat menyisipkan materi teknik penulisan dan hak cipta dalam kegiatan pendidikan pemakai yang dilaksanakan perpustakaan. Terkadang mahasiswa tidak mengetahui bahwa karya tulisannya termasuk kedalam kategori karya hasil plagiat karena tidak mengetahui bagaimana teknik penulisan karya ilmiah yang benar, misalnya dengan mencantumkan referensi dari setiap kutipan yang digunakan dalam karya ilmiah yang disusunnya. Perpustakaan juga dapat menyelipkan materi mengenai hak cipta dalam kegiatan pendidikan pemakai sehingga semakin memotivasi penggun perpustakaan untuk sadar hak cipta.

REFERENSI :
http://chobish.wordpress.com/2011/03/19/perpustakaan-dan-pelanggaran-hak-cipta/
http://id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Republik_Indonesia_Nomor_19_Tahun_2002

Wednesday, October 31, 2012

♥ Mars PALASMAGA ♥


Siapkan ransel gitar dan tendamu
Kita susuri indahnya alam pagi
Lihatlah kabut dini, merangkak pergi
Betapa indahnya pagi ini

Ke bukit mendaki kita bersama
Jalan setapak berliku di sana
Kau lihat lagi hari, berseri pula
Terbuai semilir angin rimba
Terbuai dengan nyanyi ceria

Gunung tinggi ku daki dan lurah kuturuni
Kupijak cadas lebih tinggi
Belai angin mentari dan sutra putih
Setapak jalan ku langkahi.. ku resapi...

Salam rimba palasmaga
Pecinta alam SMA Negeri 3
Teruskan sampai akhir masa
Bersatu menjaga bumi persada

Aaaa.. aaa.. aaa... aaa...

Gembira bersama dalam kedamaian
Di dalam hutan rimba belantara
Semarakkan persada karma jaya
Dirgahayu palasmaga tercinta

Jangan biarkan pohon cadas merintih
Bukit-bukitpun gersang berdiri

Biarkan tetap embun hijaukan lagi
Hijaukan padang rumput di bukit
Bias citra persada pertiwi

Gunung tinggi ku daki dan lurah kuturuni
Kupijak cadas lebih tinggi
Belai angin mentari dan sutra putih
Setapak jalan kulangkahi.. ku resapi...

Salam rimba palasmaga
Pecinta alam SMA Negeri 3
Teruskan sampai akhir masa
Bersatu menjaga bumi persada

Salam rimba palasmaga
Pecinta alam negeri Indonesia
Teruskan sampai akhir masa
Bersatu menjaga bumi persada
Bersatu menjaga bumi persada
Bersatu menjaga bumi persada
 Bersatu menjaga bumi persada

Wednesday, October 10, 2012

MATERI dan STUDY KASUS HQ (haki)

BAB I
PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang

Pelanggaran Hak Cipta (Intellectual Property Copyright’s violation) Hak Cipta pertama kali disahkan pada tahun 1981 oleh Mahkamah Agung Amerika setelah kasus Diamond Vs Diehr bergulir. Pembajakan dan pelanggaran hak cipta tampaknya telah mendarah daging di masyarakat Indonesia. Terkadang masyarakat sendiri tidak menyadari, bahwa tindakan yang mereka lakukan adalah suatu bentuk pelanggaran hak cipta. Bahkan, kegiatan pelanggaran hak cipta seperti tindakan legal yang setiap orang boleh melakukannya.
Mendarah dagingnya kegiatan pelanggaran hak cipta di Indonesia menyebabkan berbagai lembaga pendidikan dan pemerintah terkadang tidak sadar telah melakukan kegiatan pelanggaran hak cipta. Padahal, seharusnya berbagai lembaga pemerintah tersebut memberikan teladan dalam hal penghormatan terhadap hak cipta.

BAB II
DASAR TEORI


2.1 Pengertian Hak Cipta

Definisi tentang hak cipta dapat ditemui diberbagai literature, dan salah satunya dapat ditemukan dalam Undang-Undang Republik Indonesia Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta, dalam pasal 1 ayat 1 disebutkah bahwa hak cipta adalah hak ekslusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Hak eklusif disini mengandung pengertian bahwa tidak ada pihak lain yang boleh melakukan kegiatan pengumuman atau memperbanyak karya cipta tanpa seizin pencipta, apalagi kegiatan tersebut bersifat komersil.
Di dalam Undang-undang hak cipta ini juga disebutkan berbagai karya yang dilindungi hak ciptanya. Karya tersebut merupakan karya yang diciptakan atau dihasilkan dalam bidang seni, ilmu pengetahuan dan sastra. Berikut ini berbagai karya yang dilindungi hak ciptanya oleh Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 tentang Hak Cipta antara lain :
1. Buku, Program Komputer, pamflet, perwajahan (lay out) karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lain;
2. Ceramah, kuliah, pidato, dan Ciptaan lain yang sejenis (alat peraga yang dibuat untuk kepentingan pendidikan dan ilmu pengetahuan, lagu atau musik dengan atau tanpa teks;
3. Drama atau drama musikal, tari, koreografi, pewayangan, dan pantomim;
4. Seni rupa dalam segala bentuk seperti seni lukis, gambar, seni ukir, seni kaligrafi, seni pahat, seni patung, kolase, dan seni terapan;
5. Arsitektur;
6. Peta;
7. Seni batik;
8. Fotografi;
9. Sinematografi;
10. Terjemahan, tafsir, saduran, bunga rampai, database, dan karya lain dari hasil pengalihwujudan
Dalam suatu karya cipta setidaknya melekat dua hak bagi pencipta atau pengarang. Hak tersebut adalah hak ekonomi dan hak moral. Hak ekonomi adalah yang dimiliki pencipta atau pengarang untuk menikmati keuntungan ekonomi yang diperoleh dari setiap eksploitasi karya ciptaannya. Sedangkan hak moral merupakan hak untuk menjaga integritas karya ciptaannya dari setiap intervensi pihak lain yang dapat merusak kreativitas pencipta atau pengarang.
Dari definisi tersebut, berarti segala bentuk usaha dengan memanfaatkan hasil karya orang lain yang dapat mendatangkan keuntungan bagi sesorang tanpa memperoleh izin dari pencipta karya tersebut dapat dikategorikan sebagai tindak pelanggaran hak cipta. Selain itu usaha untuk meniru karya orang lain yang dapat merusak intergitas karya tersebut dapat juga dikategorikan sebagai bentuk pelanggarah hak cipta.

2.2 Dasar Hukum
UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 19 TAHUN 2002
TENTANG
HAK CIPTA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA

Menimbang:
a. bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki keanekaragaman etnik/suku bangsa dan budaya serta kekayaan di bidang seni dan sastra dengan pengembangan-pengembangannya yang memerlukan perlindungan Hak Cipta terhadap kekayaan intelektual yang lahir dari keanekaragaman tersebut;
b. bahwa Indonesia telah menjadi anggota berbagai konvensi/perjanjian internasional di bidang hak kekayaan intelektual pada umumnya dan Hak Cipta pada khususnya yang memerlukan pengejawantahan lebih lanjut dalam sistem hukum nasionalnya;
c. bahwa perkembangan di bidang perdagangan, industri, dan investasi telah sedemikian pesat sehingga memerlukan peningkatan perlindungan bagi Pencipta dan Pemilik Hak Terkait dengan tetap memperhatikan kepentingan masyarakat luas;
d. bahwa dengan memperhatikan pengalaman dalam melaksanakan Undang-undang Hak Cipta yang ada, dipandang perlu untuk menetapkan Undang-undang Hak Cipta yang baru menggantikan Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-undang Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir diubah dengan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1997;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan seb agaimana tersebut dalam huruf a, huruf b, huruf c, dan huruf d, dibutuhkan Undang-undang tentang Hak Cipta.

Mengingat:
1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20 ayat (1), Pasal 28 C ayat (1), dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing the World Trade Organization (Pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia), (Lembaran Negara Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3564).

Dengan Persetujuan
DEWAN PERWAKILAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA
MEMUTUSKAN:


Menetapkan: UNDANG-UNDANG TENTANG HAK CIPTA.
BAB I
KETENTUAN UMUM

Pasal 1
Dalam Undang-undang ini yang dimaksud dengan:
1. Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.
2. Pencipta adalah seorang atau beberapa orang secara bersama -sama yang atas inspirasinya melahirkan suatu Ciptaan berdasarkan kemampuan pikiran, imajinasi, kecekatan, keterampilan, atau keahlian yang dituangkan ke dalam bentuk yang khas dan bersifat pribadi.
3. Ciptaan adalah hasil setiap karya Pencipta yang menunjukkan keasliannya dalam lapangan ilmu pengetahuan, seni, atau sastra.
4. Pemegang Hak Cipta adalah Pencipta sebagai Pemilik Hak Cipta, atau pihak yang menerima hak tersebut dari Pencipta, atau pihak lain yang menerima lebih lanjut hak dari pihak yang menerima hak tersebut.
5. Pengumuman adalah pem bacaan, penyiaran, pameran, penjualan, pengedaran, atau penyebaran suatu Ciptaan dengan menggunakan alat apa pun, termasuk media internet, atau melakukan dengan cara apa pun sehingga suatu Ciptaan dapat dibaca, didengar, atau dilihat orang lain.
6. Perbanyakan adalah penambahan jumlah sesuatu Ciptaan, baik secara keseluruhan maupun bagian yang sangat substansial dengan menggunakan bahan-bahan yang sama ataupun tidak sama, termasuk mengalihwujudkan secara permanen atau temporer.
7. Potret adalah gambar dari wajah orang yang digambarkan, baik bersama bagian tubuh lainnya ataupun tidak, yang diciptakan dengan cara dan alat apa pun.
8. Program Komputer adalah sekumpulan instruksi yang diwujudkan dalam bentuk bahasa, kode, skema, ataupun bentuk lain, yang apabila digabun gkan dengan media yang dapat dibaca dengan komputer akan mampu membuat komputer bekerja untuk melakukan fungsi-fungsi khusus atau untuk mencapai hasil yang khusus, termasuk persiapan dalam merancang instruksi-instruksi tersebut.
9. Hak Terkait adalah hak yang berkaitan dengan Hak Cipta, yaitu hak eksklusif bagi Pelaku untuk memperbanyak atau menyiarkan pertunjukannya; bagi Produser Rekaman Suara untuk memperbanyak atau menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyinya, dan bagi Lembaga Penyiaran untuk membuat, memperbanyak, atau menyiarkan karya siarannya.
10. Pelaku adalah aktor, penyanyi, pemusik, penari, atau mereka yang menampilkan, memperagakan, mempertunjukkan, menyanyikan, menyampaikan, mendeklamasikan, atau memainkan suatu karya musik, drama, tari, sastra, folklor, atau karya seni lainnya.
11. Produser Rekaman Suara adalah orang atau badan hukum yang pertama kali merekam dan memiliki tanggung jawab untuk melaksanakan perekaman suara atau perekaman bunyi, baik perekaman dari suatu pertunjukan maupun perek aman suara atau perekaman bunyi lainnya.
12. Lembaga Penyiaran adalah organisasi penyelenggara siaran yang berbentuk badan hukum, yang melakukan penyiaran atas suatu karya siaran dengan menggunakan transmisi dengan atau tanpa kabel atau melalui sistem elektromagnetik.
13. Permohonan adalah Permohonan pendaftaran Ciptaan yang diajukan oleh pemohon kepada Direktorat Jenderal.
14. Lisensi adalah izin yang diberikan oleh Pemegang Hak Cipta atau Pemegang Hak Terkait kepada pihak lain untuk mengumumkan dan/atau memperbanyak Ciptaannya atau produk Hak Terkaitnya dengan persyaratan tertentu.
15. Kuasa adalah konsultan Hak Kekayaan Intelektual sebagaimana diatur dalam ketentuan Undang-undang ini.
16. Menteri adalah Menteri yang membawahkan departemen yang salah satu lingkup tugas dan tanggung jawabnya meliputi pembinaan di bidang Hak Kekayaan Intelektual, termasuk Hak Cipta.
17. Direktorat Jenderal adalah Direktorat Jenderal Hak Kekayaan Intelektual yang berada di bawah departemen yang dipimpin oleh Menteri.

KETENTUAN PIDANA

Pasal 72
(1) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(2) Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan, atau menjual kepada umum suatu Ciptaan atau barang hasil pelanggaran Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(3) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan komersial suatu Program Komputer dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah).
(4) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 17 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
(5) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 19, Pasal 20, atau Pasal 49 aya t (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(6) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 24 atau Pasal 55 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(7) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 25 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(8) Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melanggar Pasal 27 dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah).
(9) Barangsiapa dengan sengaja melanggar Pasal 28 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.500.000.000,00 (satu miliar lima ratus juta rupiah).

BAB III
STUDI KASUS

3.1 Studi Kasus

Di Indonesia seseorang dengan mudah dapat memfoto kopi sebuah buku, padahal dalam buku tersebut melekat hak cipta yang dimiliki oleh pengarang atau orang yang ditunjuk oleh pengarang sehingga apabila kegiatan foto kopi dilakukan dan tanpa memperoleh izin dari pemegang hak cipta maka dapat dikategorikan sebagai pelanggaran hak cipta. Lain lagi dengan kegiatan penyewaan buku di taman bacaan, masyarakat dan pengelola taman bacaan tidak sadar bahwa kegiatan penyewaan buku semacam ini merupakan bentuk pelanggaran hak cipta. Apalagi saat ini bisnis taman bacaan saat ini tumbuh subur dibeberapa kota di Indonesia, termasuk Yogyakarta. Di Yogyakarta dapat dengan mudah ditemukan taman bacaan yang menyediakan berbagai terbitan untuk disewakan kepada masyarakat yang membutuhkan. Kedua contoh tersebut merupakan contoh kecil dari praktek pelanggaran hak cipta yang sering dilakukan oleh masyarakat dan masyarakat tidak menyadari bahwa tindakan yang mereka lakukan adalah bentuk dari pelanggaran hak cipta.

Padahal jika praktek seperti ini diteruskan maka akan membunuh kreatifitas pengarang. Pengarang akan enggan untuk menulis karena hasil karyanya selalu dibajak sehingga dia merasa dirugikan baik secara moril maupun materil. Pengarang atau penulis mungkin akan memilih profesi lain yang lebih menghasilkan. Selain itu kurang tegasnya penegakan hak cipta dapat memotivasi kegiatan plagiasi di Tanah Air. Kita tentu pernah mendengar gelar kesarjanaan seseorang dicopot karena meniru tugas akhir karya orang lain.
Mendarah dagingnya kegiatan pelanggaran hak cipta di Indonesia menyebabkan berbagai lembaga pendidikan dan pemerintah terkadang tidak sadar telah melakukan kegiatan pelanggaran hak cipta. Padahal, seharusnya berbagai lembaga pemerintah tersebut memberikan teladan dalam hal penghormatan terhadap hak cipta. Contoh konkrinya adalah perpustakaan, lembaga ini sebenarnya rentan akan pelanggaran hak cipta apabila tidak paham mengenai konsep hak cipta itu sendiri. Plagiasi, Digitalisasi koleksi dan layanan foto kopi merupakan topik-topik yang bersinggungan di hak cipta. Akan tetapi selain rentan dengan pelanggaran hak cipta justru lembaga ini dapat dijadikan sebagai media sosialisasi hak cipta sehingga dapat menimalkan tingkat pelanggaran hak cipta di Tanah Air.
Perpustakaan menghimpun dan melayankan berbagai bentuk karya yang dilindungi hak ciptanya. Buku, jurnal, majalah, ceramah, pidato, peta, foto, tugas akhir, gambar adalah sebagai format koleksi perpustakaan yang didalamnya melekat hak cipta. Dengan demikian maka perpustakaan sebenarnya sangat erat hubungannya dengan hak cipta. Bagaimana, tidak di dalam berbagai koleksi yang dimiliki perpustakaan melekat hak cipta yang perlu dihormati dan dijaga oleh perpustakaan. Jika tidak berhati-hati atau memiliki rambu-rambu yang jelas dalam pelayanan perpustakaan justru perpustakaan dapat menyuburkan praktek pelanggaran hak cipta.
Untuk itu dalam melayankan berbagai koleksi yang dimiliki perpustakaan, maka perpustakaan perlu berhati-hati agar layanan yang diberikannya kepada masyarakat bukan merupakan salah satu bentuk praktek pelanggaran hak cipta. Dan idealnya perpustakaan dapat dijadikan sebagai teladan dalam penegakan hak cipta dan sosialisasi tentang hak cipta.
Layanan foto kopi, digitalisasi koleksi serta maraknya plagiasi karya tulis merupakan isu serta layanan perpustakaan yang terkait dengan hak cipta. Perpustakaan perlu memberikan pembatasan yang jelas mengenai layanan foto kopi sehingga layanan ini tidak dikategorikan sebagai bentuk pelanggaran hak cipta. Dalam kegiatan digitalisasi koleksi, perpustakaan juga perlu berhati-hati agar kegiatan yang dilakukan tidak melanggar hak cipta pengarang. Selain itu perpustakaan juga perlu menangani plagiasi karya tulis dengan berbagai strategi jitu dan bukan dengan cara proteksi koleksi tersebut sehingga tidak dapat diakses oleh pengguna perpustakaan.

Foto kopi di perpustakaan
Praktek Foto kopi dapat dikategorikan sebagai tindakan pelanggaran hak cipta. Hal ini disebabkan karena foto kopi berarti memperbanyak suatu karya tanpa izin dari pengarang dan menerima keuntungan ekonomi atas jasa foto kopi yang diberikan
Kegiatan foto kopi di perpustakaan dapat dikategorikan dalam dua jenis, yaitu foto kopi untuk pengadaan koleksi perpustakaan serta layanan foto kopi yang disediakan bagi pengguna perpustakaan. Kegiatan foto kopi untuk pengadaan koleksi perpustakaan bertujuan untuk memenuhi kepentingan perpustakaan, sedangkan layanan foto kopi bagi pengguna perpustakaan bertujuan untuk memudahkan pengguna perpustakaan.
Tidak dapat dipungkiri bahwa sering dijumpai koleksi perpustakaan yang merupakan hasil foto kopi. Padahal kegiatan foto kopi ini merupakan suatu bentuk pelanggaran hak cipta. Hal ini disebabkan oleh masalah klasik yang selalu dihadapi perpustakaan yaitu keterbatasan dana. Perpustakaan idealnya mampu menjadi institusi pelopor penegakan hak cipta. Kalaupun suatu koleksi perpustakaan terpaksa difoto kopi itu didasarkan pada alasan bahwa buku tersebut tidak ada d ipasaran dan tidak akan dicetak lagi oleh penerbit atau buku tersebut merupakan buku asing. Buku-buku asing harganya sangat mahal sehingga dalam kegiatan pengadaan perpustakaan cukup membeli satu eksemplar buku asing tersebut kemudia jumlahnya diperbanyak dengan di foto kopi.
Untuk kegiatan layanan foto kopi bagi pengguna perpustakaan, sebagai bentuk penghormatan terhadap hak cipta maka apabila pengguna ingin memfoto kopi sebuah buku pengguna tersebut disarankan untuk mencari buku yang dibutuhkan di toko buku. Apabila buku yang dibutuhkan tidak ada di toko buku baru buku tersebut diizinkan untuk difoto kopi dengan segala resiko menjadi tanggung jawab pengguna perpustakaan tadi.
Dengan berbagai usaha diatas, maka perpustakaan telah berpartisipasi dalam penegakan hak cipta. Jangan sampai karena alasan mudahnya masyarakat memfoto kopi buku menyebabkan para pengarang enggan menulis. Hal ini tentu akan berdampak terhadap produktivitas penerbitan buku-buku berkualitas di perpustakaan serta menghambat usaha pencerdasan bangsa. Usaha ini memang belum banyak disadari oleh perpustakaan dan perpustakaan dimana kita bekerja dapat memulainya sebagai bentuk penghormatan kepada hak cipta.

Minimalisasi plagiasi
Praktek plagiasi di Indonesia untuk memperoleh gelar mulai dari sarjana sampai professor pernah terjadi. Hal ini terjadi menunjukkan sikap masyarakat yang kurang menghargai karya orang lain. Untuk meminimalkan terjadinya praktek plagiasi, berbagai perpustakaan memiliki strategi tersendiri. Ada perpustakaan yang melakukan proteksi berlebih terhadap tugas akhir sivitas akademiknya sehingga tidak mengizinkan pengguna mengakses ruangan tersebut. koleksi tugas akhir diberlakukan layaknya benda pusaka yang tidak boleh disentuh, padahal tugas akhir merupakan karya ilmiah yang akan bermanfaat apabila banyak orang yang dapat mengaksesnya atau dengan katalain eksistensi koleksi tersebut tidak percuma. Ada juga perpustakaan yang memberikan izin kepada pengguna untuk mengakses koleksi tugas akhir dan bahkan memfoto kopi koleksi tugas akhir tersebut.
Semua perpustakaan memiliki kebijakan tersendiri dengan pertimbingan tertentu dan dalam kasus ini tidak ada yang benar atau salah. Akan tetapi kebijakan apapun yang diterapkan setidaknya mengedepankan azas manfaat dari keberadaan suatu koleksi. Perpustakaan tidak perlu takut koleksi yang dimiliki akan dijiplak apabila memiliki sistem yang mampu mentedeksi kegiatan plagiasi sejak dini. Caranya dengan memiliki sistem temu kembali informasi yang memungkinkan mengetahui isi keseluruhan dari tugas akhir, laporan penelitian atau koleksi perpustakaan lainnya. Dengan katalain katalog yang dimiliki perpustakaan dilengkapi dengan abstrak. Kemudian katalog tersebut publikasikan melalui internet (katalog online) yang memungkinkan setiap orang mengakses katalog tersebut tanpa dihalangi oleh waktu dan tempat. Apabila setiap orang dapat mengakses katalog yang memungkinkan masyarakat mengetahui isi suatu tugas akhir atau karya ilmiah lainnya, maka ini merupakan suatu bentuk control sosial. Kontrol sosial ini akan memaksa orang berpikir dua kali untuk melakukan plagiasi karena dengan karena dari katalog online tersebut dapat dengan mudah diketahui suatu karya hasil plagiasi atau bukan.
Selain itu perpustakaan juga dapat menyisipkan materi teknik penulisan dan hak cipta dalam kegiatan pendidikan pemakai yang dilaksanakan perpustakaan. Terkadang mahasiswa tidak mengetahui bahwa karya tulisannya termasuk kedalam kategori karya hasil plagiat karena tidak mengetahui bagaimana teknik penulisan karya ilmiah yang benar, misalnya dengan mencantumkan referensi dari setiap kutipan yang digunakan dalam karya ilmiah yang disusunnya. Perpustakaan juga dapat menyelipkan materi mengenai hak cipta dalam kegiatan pendidikan pemakai sehingga semakin memotivasi penggun perpustakaan untuk sadar hak cipta.

REFERENSI :
http://chobish.wordpress.com/2011/03/19/perpustakaan-dan-pelanggaran-hak-cipta/
http://id.wikisource.org/wiki/Undang-Undang_Republik_Indonesia_Nomor_19_Tahun_2002

Menu